Hari itu, aku sedang
duduk di kursi yang sudah mulai mereot ini, aku membaca buku lamaku yang sudah
bosan kubaca. Hai, namaku Adinda aku mempunyai seorang kakak yang dimana aku
harus menurutinya, memahaminya dan melayaninya, yang bernama Dini. Aku
mempunyai seorang ibu yg sangat aku sayangi. Tetapi, dia mengalami gangguan
jiwa semenjak ayahku pergi meninggalkannya karena perempuan lain, kalian fikir
bahwa ayahku seorang yang jahat, ya memang dia selalu menyiksa ibuku dan aku. Tetapi,
walaupun begitu dia masih ayah kandungku. Kalau ibuku sedang mengamuk dia tidak
segan-segan untuk membunuh siapapun, termasuk aku. Ibuku lebih menyayangi kakakku
daripada aku.
“kenapa kamu baca buku itu saja?! memangnya tidak punya buku lain ya? hahahaha!” Teriak ibuku yang mengejutkan.
“dek! cepat pijitin kakak! awas kamu ya!”
“Ya kak!” Teriakku sambil menyimpan buku.
“kenapa kamu baca buku itu saja?! memangnya tidak punya buku lain ya? hahahaha!” Teriak ibuku yang mengejutkan.
“dek! cepat pijitin kakak! awas kamu ya!”
“Ya kak!” Teriakku sambil menyimpan buku.
Aku pun langsung
bergegas memijat kakakku. Aku tidak bersekolah karena tidak ada yang mau
membiayaiku, aku yang selama ini mencari nafkah untuk kedua orang yang aku
sayangi ini. Saat aku sedang memijat kakakku, kutemukan luka sunutan rokok yang
ada di punggungnya.
“apa ini kak?” tanyaku.
“kamu nggak usah tanya-tanya sudah pijatkan aku!” bentak kakakku yang mengguncang telinga.
aku hanya bungkam tak tau apa yang harus aku lakukan.
“apa ini kak?” tanyaku.
“kamu nggak usah tanya-tanya sudah pijatkan aku!” bentak kakakku yang mengguncang telinga.
aku hanya bungkam tak tau apa yang harus aku lakukan.
Aku hanya memijat-mijat
kakakku ini, dengan tidak sengaja aku menekan luka itu.
“AWW!”
“maafkan aku kak” jawabku dengan sedkit gelagapan karena aku tahu yang akan dilakukan oleh kakakku, dia akan menyiksaku.
“apa?! maaf?! segampang itu kau meminta maaf? sini kamu!” dia menarikku hingga aku terjatuh ke lantai, ketika itu ibuku datang, dia menoleh ke arahku, saat aku lihat dia sedang memegang pisau, dan saat itu juga kakakku melihat sesuatu benda yang ada di tangan ibuku itu.
“mau kau aku bunuh? aku sudah tidak tahan memiliki adik sepertimu tidak bisa diandalkan!” bentak kakakku yang sudah menggema.
“jangan kak jangan kak! kak jangan!” teriaku dengan tangisan sedkit teriak. Akhirnya aku bisa melepaskan tubuhku dari rangkulan jahat kakakku itu, aku pergi meninggalkan rumah, dia mengejarku, ada sebuah anak yang sebaya dengan ku menaiki sepeda.
“hei! hei! bawa aku kesana cepat!” teriaku sambil menaiki tempat duduk sepeda yang di belakang.
kakaku tidak lagi mengejar, aku agak sedikit lega.
“hei, berhenti disini saja.” aku menepak bagian punduknya.
“oke” jawab anak itu.
“terimakasih sudah mau mengantarku dengan kecepatan tinggi, hehe.” lanjutku.
“iya tidak apa-apa. oiya! namaku Samuel, kamu siapa?” tanyanya sambil mengulurkan tangannya.
“oh, namaku Adinda” jawabku dengan sebuah senyuman.
“mengapa kamu dikejar orang tadi?” tanyanya dengan wajah dengan penasaran.
“oh itu kakakku” aku menjawabnya, lalu aku menceritakan semua tentang kehidupanku yang keras ini kepada Samuel.
Lalu aku di ajak tinggal dirumahnya, bekerja dirumahnya, mengerjakan sesuatu dirumahnya, hingga akhirnya kitapun menjadi sahabat sejati..
“AWW!”
“maafkan aku kak” jawabku dengan sedkit gelagapan karena aku tahu yang akan dilakukan oleh kakakku, dia akan menyiksaku.
“apa?! maaf?! segampang itu kau meminta maaf? sini kamu!” dia menarikku hingga aku terjatuh ke lantai, ketika itu ibuku datang, dia menoleh ke arahku, saat aku lihat dia sedang memegang pisau, dan saat itu juga kakakku melihat sesuatu benda yang ada di tangan ibuku itu.
“mau kau aku bunuh? aku sudah tidak tahan memiliki adik sepertimu tidak bisa diandalkan!” bentak kakakku yang sudah menggema.
“jangan kak jangan kak! kak jangan!” teriaku dengan tangisan sedkit teriak. Akhirnya aku bisa melepaskan tubuhku dari rangkulan jahat kakakku itu, aku pergi meninggalkan rumah, dia mengejarku, ada sebuah anak yang sebaya dengan ku menaiki sepeda.
“hei! hei! bawa aku kesana cepat!” teriaku sambil menaiki tempat duduk sepeda yang di belakang.
kakaku tidak lagi mengejar, aku agak sedikit lega.
“hei, berhenti disini saja.” aku menepak bagian punduknya.
“oke” jawab anak itu.
“terimakasih sudah mau mengantarku dengan kecepatan tinggi, hehe.” lanjutku.
“iya tidak apa-apa. oiya! namaku Samuel, kamu siapa?” tanyanya sambil mengulurkan tangannya.
“oh, namaku Adinda” jawabku dengan sebuah senyuman.
“mengapa kamu dikejar orang tadi?” tanyanya dengan wajah dengan penasaran.
“oh itu kakakku” aku menjawabnya, lalu aku menceritakan semua tentang kehidupanku yang keras ini kepada Samuel.
Lalu aku di ajak tinggal dirumahnya, bekerja dirumahnya, mengerjakan sesuatu dirumahnya, hingga akhirnya kitapun menjadi sahabat sejati..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar