Kamis, 19 September 2013

Sebelum Bunga Layu


Embun  di bulan Juli ini seakan membasahi pori-pori tubuh yang kecil ini. Pagi hari yang cerah. Namun tak secerah hati ini. Yang diliputi oleh rasa sakit, pedih, khawatir, bingung tak tau harus bagaimana mengambil jalan pintas yang mudah untuk dilalui. Seakan-akan semua menjadi helai-helai daun yang berserakan. Seolah tak akan ada kesempatan lagi. Untuk menggapai hatinya. Yang selama ini selalu mengisi hatiku dengan kesetiaan. Namun apakah kesetiaan itu masih terbalut pada dirinya? Hati ini selalu bertanya-tanya. Namun apalah daya, jika memang itu sudah menjadi pilihan hatinya. Hanya untaian do’a yang aku panjatkan untuknya. Seseorang yang membuatku senang, bangga, dan sedih. Canda tawa, tangis bahagia, semua yang aku lewati bersamanya. Yang kini telah hilang, seperti pasir yang dihempas oleh ombak pantai. Hati ini seperti pecahan logam, yang kini hanyalah raga lemah, jiwa yang lemah, hidup dengan kesedihan. Namun hati ini tak mungkin membiarkan diri ini jatuh dalam tebing  kesedihan terus-menerus yang akan membawa ku pada lubang yang sangat dalam. Yang tak akan mudah untuk naik pada puncak tebing itu. Dengan sayap-sayap dapat terbang sampai pada puncak tebing. Semua itu tak luput dari kesalahan diriku sendiri.
Meskipun orang lain yang sangat menyakiti diri ini dengan sangat dalam. Hingga aku tak bisa menghitung seberapa besarkah sakit ini. Hati ini tak mungkin dapat membalas dengan hal yang sama, hati ini tak mungkin berani menyakiti nya. Hingga dia tak mampu merasakan kebahagiaan. Namun, aku selalu akan berusaha tuk memberikan kebahagiaan walaupun hanya setetes seperti setetes embun pada pagi hari yang kini sepi. Seperti hatiku yang sepi. Hati ini berusaha tuk menerima. Kepedihan yang mendalam tak mungkin ku jalani sendiri, hingga terkadang aku mengeluh akan semua ini. Tapi hanya Allah lah selalu berada dan selalu melindungi di setiap kaki ku melangkah. Di saat dia menyakiti hati ini, tapi tak sedikit pun terpancar niat untuk membalas rasa sakit ini.
Berusaha tanpa dia di kehidupan ku. Meski hati ini sangatlah perih dan berat tuk aku lakukan. Tapi aku tak sepatutnya mengeluhkan semua yang aku alami saat ini. Mungkin semua ini telah digariskan oleh Sang Ilahi. Dan aku tak kan menyerah dalam menjalani semua alur hidup ini. Berdiri dengan do’a, keikhlasan hati, dan sejuta kesabaran yang menjadi kunci dalam menghadapi semua ini.
Terlintas dalam benakku mengapa aku tak seperti mereka yang bahagia dalam kehidupan. Dapat aku bandingkan dalam hidup ku yang saat ini kelam. Seperti angin yang telah menerbangkan dedaunan yang menjadi satu dengan pohon dan batang nya.
Selalu teringat apa yang ku lalui bersamanya. Dalam sepi, ku hanya bisa bersabar dalam menjalani semua ini sendiri tanpa seorang pria yang aku sayangi dengan ketulusan hati. Yang mampu mencerahkan hati yang gelap. Menjadi contoh bagiku, mampu membuat hati ini selalu luluh akan perbuatan nya. Ku jalani bersama nya. Hingga kini, aku tlah kehilangan nya. Dia yang berjanji padaku, namun dia lah yang mengingkari nya. Hingga dia tlah menemukan cinta yang lain. Hati yang begitu berat dalam menerima apa yang terjadi. Tak dapat ku bayangkan sebelum nya. Karena hati ini yang selalu menerima nya dengan ikhlas dan apa adanya. Yang tak ingin menggoreskan luka pada raga dan jiwanya.
Namun semua yang tlah dia lakukan adalah jalan hidupnya yang aku tak bisa menolak dan meminta. Mungkin hanya rasa sesal, sakit hati yang amat mendalam karena hati ini yang setia dengan nya, diriku yang berusaha memberi kepercayaan pada nya. Namun apakah harus dibalas dengan hal seburuk ini. Apakah diri ini kotor di pandangan nya? Apakah diri ini tak patut dihargai?
Rasa yang tak bisa ku berikan pada orang lain. Yang membuat ku terus bertahan di atas semua ini, hati yang tulus. Meski diriku yang lemah ini harus diperlakukan secara buruk. Apa daya ku? Aku yang lemah tanpa bantuan Allah, yang mungkin tak dapat berdiri. Namun dengan kekuatan Allah yang senantiasa berada dalam hati di setiap hambaNya.
Namun, jika Allah berkehendak lain. Memang, itulah yang terbaik. Akhirnya ku menemukan sosok yang memberikan semngatnya untuk ku yang tlah kehilangan semangat karena satu orang. Tapi semua itu tidak sepenuhnya menghancurkan ku. Aku masih punya orang-orang yang menyayangiku. Kedua orangtua yang sangat ku cintai, sahabat ku yang berusaha memberikan yang terbaik. Dan kini aku bertemu dengan orang yang mungkin dialah yang menghidupkan semangat ku kembali. Seakan dulu aku tak mampu berdiri lagi, karena cinta seseorang yang mempermainkan dan menghancurkan ku. Tapi ternyata semua itu berbalik. Dan entah aku harus mengucapkan apa, aku harus berkata apa dalam hal dan situasi ini. Bersyukur karena aku dapat bangkit dari keterpurukan ku.
Kehidupan ini mengajarkan ku bagaimana diriku harus bersabar dalam situasi dan kondisi apapun dan bagaimanapun. Sahabat yang mengajariku bagaimana ketulusan yang sejati. Meski tak semuanya.
Senyuman membuat mu indah..
Do’a itu akan membuat mu kuat..
Memberi akan membuat mu kaya..
Dan cinta membuat mu mengerti kehidupan..

Kekerasan hidup


Hari itu, aku sedang duduk di kursi yang sudah mulai mereot ini, aku membaca buku lamaku yang sudah bosan kubaca. Hai, namaku Adinda aku mempunyai seorang kakak yang dimana aku harus menurutinya, memahaminya dan melayaninya, yang bernama Dini. Aku mempunyai seorang ibu yg sangat aku sayangi. Tetapi, dia mengalami gangguan jiwa semenjak ayahku pergi meninggalkannya karena perempuan lain, kalian fikir bahwa ayahku seorang yang jahat, ya memang dia selalu menyiksa ibuku dan aku. Tetapi, walaupun begitu dia masih ayah kandungku. Kalau ibuku sedang mengamuk dia tidak segan-segan untuk membunuh siapapun, termasuk aku. Ibuku lebih menyayangi kakakku daripada aku.
“kenapa kamu baca buku itu saja?! memangnya tidak punya buku lain ya? hahahaha!” Teriak ibuku yang mengejutkan.
“dek! cepat pijitin kakak! awas kamu ya!”
“Ya kak!” Teriakku sambil menyimpan buku.
Aku pun langsung bergegas memijat kakakku. Aku tidak bersekolah karena tidak ada yang mau membiayaiku, aku yang selama ini mencari nafkah untuk kedua orang yang aku sayangi ini. Saat aku sedang memijat kakakku, kutemukan luka sunutan rokok yang ada di punggungnya.
“apa ini kak?” tanyaku.
“kamu nggak usah tanya-tanya sudah pijatkan aku!” bentak kakakku yang mengguncang telinga.
aku hanya bungkam tak tau apa yang harus aku lakukan.
Aku hanya memijat-mijat kakakku ini, dengan tidak sengaja aku menekan luka itu.
“AWW!”
“maafkan aku kak” jawabku dengan sedkit gelagapan karena aku tahu yang akan dilakukan oleh kakakku, dia akan menyiksaku.
“apa?! maaf?! segampang itu kau meminta maaf? sini kamu!” dia menarikku hingga aku terjatuh ke lantai, ketika itu ibuku datang, dia menoleh ke arahku, saat aku lihat dia sedang memegang pisau, dan saat itu juga kakakku melihat sesuatu benda yang ada di tangan ibuku itu.
“mau kau aku bunuh? aku sudah tidak tahan memiliki adik sepertimu tidak bisa diandalkan!” bentak kakakku yang sudah menggema.
“jangan kak jangan kak! kak jangan!” teriaku dengan tangisan sedkit teriak. Akhirnya aku bisa melepaskan tubuhku dari rangkulan jahat kakakku itu, aku pergi meninggalkan rumah, dia mengejarku, ada sebuah anak yang sebaya dengan ku menaiki sepeda.
“hei! hei! bawa aku kesana cepat!” teriaku sambil menaiki tempat duduk sepeda yang di belakang.
kakaku tidak lagi mengejar, aku agak sedikit lega.
“hei, berhenti disini saja.” aku menepak bagian punduknya.
“oke” jawab anak itu.
“terimakasih sudah mau mengantarku dengan kecepatan tinggi, hehe.” lanjutku.
“iya tidak apa-apa. oiya! namaku Samuel, kamu siapa?” tanyanya sambil mengulurkan tangannya.
“oh, namaku Adinda” jawabku dengan sebuah senyuman.
“mengapa kamu dikejar orang tadi?” tanyanya dengan wajah dengan penasaran.
“oh itu kakakku” aku menjawabnya, lalu aku menceritakan semua tentang kehidupanku yang keras ini kepada Samuel.
Lalu aku di ajak tinggal dirumahnya, bekerja dirumahnya, mengerjakan sesuatu dirumahnya, hingga akhirnya kitapun menjadi sahabat sejati..

Jejak- jejak Mimpi


Takkan pernah ku berhenti
Meski dianggap khayalan tinggi
Khayalan yang  akan menjadi sebuah keajaiban
Yang takkan terduga
Semangat hati melengkapi perjuangan
Di sudut kalbu terukir  indah
Cita-cita adalah sebuah anugerah
Dekap langkah yang kita tempuh
Berujung pada ketidakadilan dunia
Jangan takut harapan yang kau genggam hilang
Tetap berlari mengejar mimpi
Tetap menggapai harapan
Disini..
Kau dan aku saling melengkapi perbedaan
Tiada kata perpisahan
Karena kita akan bersama dalam arus kebahagiaan
Yang membawa kita pada kesuksesan meraih mimpi
Bermimpilah..
Karena mimpi akan menuntun pada pikiran,
Dan pikiran akan menuntun pada tindakan